Sabtu, 27 April 2013

Hukum Dagang


HUKUM DAGANG
A.     Pendahuluan
Untuk memenuhi tugas matakuliah Aspek hukum dalam Ekonomi yang dikatagorikan sebagai matakuliah softskill kali ini saya akan membahas mengenai Hukum Perikatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan selalu dipondasi oleh aturan sehingga terciptanya suatu keamanan. hukum adalah suatu tindakan  timbal balik dari apa yang telah kita lakukan. Tapi apakah kalian sudah pernah mendengar tentang hukum dagang, Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang, Berlakunya hukum dagang, Hubungan pengusaha dan pembantunya, Pengusaha dan kewajibannya, Bentuk-bentuk badan usaha, Perseroan terbatas, Koperasi, Yayasan, Badan usaha milik negara? di sini saya akan membahasnya.
B.      Materi
Hukum Perikatan
C.      Pembahasan
1.      Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang
Menurut Prof. Subekti, bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
2.      Berlakunya hukum dagang
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan Eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan Perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ). Tetapi pada saat itu hukum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelesaikan perkara-perkara dalam perdagangan, maka dibuatlah hukum baru di samping hukum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hukum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hukum pedagang ini bersifat unifikasi.
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hukum dagang oleh menteri keuangan dari Raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.
Kemudian kodifikasi hukum Perancis tersebut tahun 1807 dinyatakan berlaku juga di Nederland sampai tahun 1838. Pada saat itu pemerintah Nederland menginginkan adanya Hukum Dagang sendiri. Dalam usul KUHD Belanda dari tahun 1819 direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 Kitab, tetapi di dalamnya tidak mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan. Perkara-perkara dagang diselesaikan di muka pengadilan biasa. Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD Belanda tahun 1838. Akhirnya berdasarkan asas konkordansi pula, KUHD Nederland 1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia. Pada tahun 1893 UU Kepailitan dirancang untuk menggantikan Buku III dari KUHD Nederland dan UU Kepailitan mulai berlaku pada tahun 1896. (C.S.T. Kansil, 1985 : 11-14).
KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847 (S. 1847-23), yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka dari “Wetboek van Koophandel” dari Belanda yang dibuat atas dasar asas konkordansi (pasal 131 I.S.). Wetboek van Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari di Limburg. Selanjutnya Wetboek van Koophandel Belanda itu juga mangambil dari “Code du Commerce” Perancis tahun 1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga hukum yang diatur dalam Code du Commerce Perancis itu diambil alih oleh Wetboek van Koophandel Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai peradilan khusus tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan (speciale handelsrechtbanken)(H.M.N.Purwosutjipto, 1987 : 9).
Pada tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 indonesia hanya memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab I (C.S.T. Kansil, 1985 : 14). Karena asas konkordansi juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Nederland pada 31 Desember 1830. KUHS Belanda ini berasal dari KUHD Perancis (Code Civil) dan Code Civil ini bersumber pula pada kodifikasi Hukum Romawi “Corpus Iuris Civilis” dari Kaisar Justinianus (527-565) (C.S.T. Kansil, 1985 : 10).
3.      Hubungan pengusaha dan pembantunya
Di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Fungsi Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Membantu didalam perusahaan
2. Membantu diluar perusahaan
Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
a. Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata.
4.      Pengusaha dan kewajibannya
Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada 2 macam kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha yaitu ;
1. Membuat pembukuan
2. Mendaftarkan perusahaannya

5.      Bentuk-bentuk badan usaha
Secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya.
1.      Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya tediri dari : 
·         perusahaan perseorangan
·         perusahaan persekutuan
2.      Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya terdiri dari :
·         perusahaan berbadan hukum
·         perusahaan bukan badan hukum
Sementara itu, didalam masyarakat dikenal 2 macam perusahaan, yakni :
a)      Perusahaan Swasta
Perusahaan swasta terbagi dalam 3 bentuk perusahaan, yaitu :
·         Perusahaan Swasta Nasional
·         Perusahaan Swasta Asing
·         Perusahaan Patungan / campuran
b)      Perusahaan Negara
Perusahaan disebut dengan BUMN, yang terdiri menjadi 3 bentuk, yaitu:
·         Perusahaan Jawatan
·         Perusahaan Umum
·         Perusahaan Perseroan

6.      Perseroan terbatas
Perseroan terbatas (PT) adalah badan usaha yang modalnya diperoleh dari hasil penjualan saham. Setiap pemengang surat saham mempunyai hak atas perusahaan dan setiap pemegang surat saham berhak atas keuntungan (dividen).

7.      Koperasi
organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
8.      Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Disebutkan juga dalam UU No 16 tahun 2001, yayasan meerupakan suatu “badan hukum” dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu.
Kriteria suatu yayasan sebagai berikut:
·         Yayasan terdiri atas kekayaan yang terpisahkan
·         Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan
·         Yayasan mempunyai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan
·         yayasan tidak mempunyai anggota
Pembubaran yayasan
Yayasan dapat dibubarkan seperti juga organ-organ lainnya. Dengan demikian, yayasan itu dapat bubar atau dibubarkan karena :
a. Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir
b. Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai
c. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
9.      Badan usaha milik negara
Badan usaha yang permodalannya seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh Pemerintah. Status pegawai badan usaha-badan usaha tersebut adalah karyawan BUMN bukan pegawai negeri. BUMN sendiri sekarang ada 3 macam yaitu Perjan, Perum dan Persero.

Hukum Perjanjian


HUKUM PERJANJIAN

A.     Pendahuluan
Untuk memenuhi tugas matakuliah Aspek hukum dalam Ekonomi yang dikatagorikan sebagai matakuliah softskill kali ini saya akan membahas mengenai Hukum Perjanjian. Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan selalu dipondasi oleh aturan sehingga terciptanya suatu keamanan. hukum adalah suatu tindakan  timbal balik dari apa yang telah kita lakukan. Tapi apakah kalian sudah pernah mendengar tentang hukum perjanjian, standar kontrak, macam-macam perjanjian, syarat sahnya perjanjian, saat lahirnya perjanjian dan pembatalan dan pelaksanaan suatu perjanjian? di sini saya akan membahasnya.
B.      Materi
Hukum Perjanjian
C.      Pembahasan
1.      Standar Kontrak
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua, yaitu:
a)      Kontrak standar umum
kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
b)      Kontrak standar khusus
kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Jenis-jenis kontrak standar

·         Ditinjau dari segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak sebelum mereka ditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat dibedakan menjadi:
a. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh produsen/kreditur;
b. kontrak standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih pihak;
c. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh pihak ketiga.

·         Ditinjau dari format atau bentuk suatu kontrak yang persyaratannya dibakukan, dapat dibedakan dua bentuk kontrak standar, yaitu:
a. kontrak standar menyatu;
b. kontrak standar terpisah.

·         Ditinjau dari segi penandatanganan perjanjian dapat dibedakan, antara lain:
a. kontrak standar yang baru dianggap mengikat saat ditanda-tangani kontrak standar yang tidak perlu ditandatangani saat penutupan.
2.      Macam-Macam Perjanjian
1). Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
2). Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
3). Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
4). Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran

3.      Syarat Sah Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, syarat sahnya suatu perjanjian harus memenuhi 4 syarat, yaitu :
·         syarat- syarat subyektif
a. Sepakat untuk mengikatkan diri
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
·         Syarat-syarat objektif
a. Suatu hal tertentu
b. Sebab yang halal

4.      Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
·         Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
a)      Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
b)      Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
c)      Terkait resolusi atau perintah pengadilan.
d)      Terlibat Hukum.
e)      Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian.

·         Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

Hukum Perikatan


HUKUM PERIKATAN
A.     Pendahuluan
Untuk memenuhi tugas matakuliah Aspek hukum dalam Ekonomi yang dikatagorikan sebagai matakuliah softskill kali ini saya akan membahas mengenai Hukum Perikatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan selalu dipondasi oleh aturan sehingga terciptanya suatu keamanan. hukum adalah suatu tindakan  timbal balik dari apa yang telah kita lakukan. Tapi apakah kalian sudah pernah mendengar tentang hukum perikatan, dasar hukum perikatan, azas-azas dalam hukum perikatan, Wanprestasi dan akibat-akibatnya, dan hapusnya perikatan? di sini saya akan membahasnya.
B.      Materi
Hukum Perikatan
C.      Pembahasan
1.      Pengertian
Perikatan berasal dari bahasa Belanda yaitu “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berkaitan dengan hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dapat dirumuskan bahwa  perikatan  adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.

2.      Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber, meliputi :
a)      Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
b)      Perikatan yang timbul undang-undang
Terbagi menjadi 2, yaitu:
·         undang-undang semata
·         undang-undang dari perbuatan manusia.
c)      Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia.

3.      Azas-azas dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata meliputi:
a)      Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b)      Asas konsensualisme
Asas konsensualisme artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu :
        Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri
        Cakap untuk membuat suatu perjanjian
        Mengenai suatu hal tertentu Suatu sebab yang halal
c)      Asas Personalia
Azas ini juga di atur dalam pasal 1315 KUH Perdata berbunyi” pada umumnya setiap orang pun dapat mengikat dirinya atas nama sendiri atau memintak di tetapkannya perjanjiaan antara dirinnya sendiri.
4.      Wanprestasi dan Akibat-akibatnya
Wanprestasi adalah kelalaian salah satu pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian. Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1.Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang     dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi :
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu :
1.      Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yaitu :
-      Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak
-      Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor
-      Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2.      Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3.      Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.

5.      Hapusnya Perikatan
Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata adalah sebagai berikut :
1)      karena pembayaran
2)      penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan
3)      Pembaharuan utang (inovatie)
4)      Perjumpaan utang (kompensasi)
5)      Pembebasan utang.
6)      Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
7)      Kadaluwarsa
8)      Musnahnya barang yang terutang
9)      pembatalan perjanjian
10)  percampuran hutang