HUKUM PERIKATAN
A.
Pendahuluan
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Aspek hukum dalam Ekonomi yang dikatagorikan sebagai matakuliah softskill kali
ini saya akan membahas mengenai Hukum Perikatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa
kehidupan selalu dipondasi oleh aturan sehingga terciptanya suatu keamanan.
hukum adalah suatu tindakan timbal balik
dari apa yang telah kita lakukan. Tapi apakah kalian sudah pernah mendengar
tentang hukum perikatan, dasar hukum
perikatan, azas-azas dalam hukum perikatan, Wanprestasi dan akibat-akibatnya,
dan hapusnya perikatan? di sini saya akan membahasnya.
B.
Materi
Hukum Perikatan
C.
Pembahasan
1.
Pengertian
Perikatan
berasal dari bahasa Belanda yaitu “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih
umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini
berkaitan dengan hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Karena hal yang
mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk
undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’.
Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain
itu disebut hubungan hukum.
Jika dapat dirumuskan bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan
harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas
sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
2.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga
sumber, meliputi :
a) Perikatan yang timbul dari
persetujuan (perjanjian).
b) Perikatan yang timbul undang-undang
Terbagi menjadi 2, yaitu:
·
undang-undang
semata
·
undang-undang
dari perbuatan manusia.
c) Perikatan yang berasal dari
undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan
perbuatan manusia.
3.
Azas-azas dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH
Perdata meliputi:
a)
Asas
Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di
dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian
yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
b)
Asas
konsensualisme
Asas konsensualisme artinya bahwa
perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak
mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan
demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat
antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu :
−
Kata
sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri
−
Cakap
untuk membuat suatu perjanjian
−
Mengenai
suatu hal tertentu Suatu sebab yang halal
c) Asas Personalia
Azas ini juga di atur
dalam pasal 1315 KUH Perdata berbunyi” pada umumnya setiap orang pun dapat
mengikat dirinya atas nama sendiri atau memintak di tetapkannya perjanjiaan
antara dirinnya sendiri.
4.
Wanprestasi dan Akibat-akibatnya
Wanprestasi adalah kelalaian salah
satu pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian. Wansprestasi timbul apabila
salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1.Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1.Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat
Wansprestasi :
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu :
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu :
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh
Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yaitu :
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yaitu :
-
Biaya
adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan
oleh salah satu pihak
-
Rugi
adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat
oleh kelalaian si debitor
-
Bunga
adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau
dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan
Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
5.
Hapusnya Perikatan
Ada 10 (sepuluh) cara
penghapusan suatu perikatan sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata adalah sebagai
berikut :
1) karena pembayaran
2) penawaran pembayaran tunai diikuti
oleh penyimpanan
3) Pembaharuan utang (inovatie)
4) Perjumpaan utang (kompensasi)
5) Pembebasan utang.
6) Kebatalan dan pembatalan
perikatan-perikatan.
7) Kadaluwarsa
8) Musnahnya barang yang terutang
9) pembatalan perjanjian
10) percampuran hutang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar